Cerpen Remaja (Keterbatasan)
Write By: Sulis Shetyawati
Silahkan dibaca dan vote jika suka. Jangan lupa untuk meninggalkan komenšTerimakasih
.
.
.
.
.
Tidak ada kelebihan dalam diri manusia,melainkan Tuhan yang menganugrahi-Nya. Dan tidak ada kekurangan dalam diri manusia pula,melainkan atas Kehendak-Nya. Tuhan semesta alam,Maha Adil atas penciptaan bumi seisinya.
Rasa syukur dan alhamdulillah keluarga Bapak Hamidi panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Alkhirnya,proses melahirkan putra pertamanya itu berjalan dengan lancar. Rasa bahagia menyelimuti keluarga mereka dengan kehadiran bayi tersebut. Betapa tidak? Setelah 9 bulan 10 hari lamanya mereka menantikan kelahiran bayi yang ada dalam kandungan itu.
Namun,kesedihan tidak dapat berpaling dari wajah keduanya,ketika dokter menfonis putranya memiliki kelainan pada alat pendengaran dan di pita suaranya. Dan menginjak dewasa barulah kelainan itu akan terlihat jelas. Jika pun ada harapan untuk menyembuhkan? Harapanya sangat kecil, ucap dokter tersebut.
Air mata terus menetes dari pelupuk mata sang ibu setelah mendengar penjelasan dari dokter. Kesedihan mendalam begitu mengeruak relung hatinya. Pak Hamidi mencoba menguatkan hati istrinya tersebut. Meski hatinya sendiri merasakan kesedihan sama halnya istrinya.
"Sudah lah bu..jangan menangis terus. Kita harus tabah menjalani ini semua. Bagaimana pun keadaan dan kondisi anak kita saat ini, itu adalah Anugrah terbesar dari Tuhan untuk kita. Dan Tuhan telah mempercayakan kita untuk merawatnya. ujar sang suami"
Sang istri tersenyum sambil menyeka air matanya. Ia menyadari bahwa yang dikatakan suaminya itu memang benar. Apapun kondisi putranya saat ini, ia adalah ibu dari anak yang telah dikandungnya. Dan ia bertaruh nyawa untuk melahirkan bayi tersebut. Jadi, apapun kekurangan dari putranya,ia tetap darah dagingnya sendiri. Ia masih suci dan tak berdosa. Baginya, tak ada alasan untuk menolak arti hadirnya.
Pak Hamidi berjalan menghampiri bayi yang berada disamping istrinya itu. Dengan tulus ia menimang putranya dan mengumandagkan adzan di telinganya. Diciumnya kening putranya penuh rasa kasih sayang. Putranya itu diberikan nama Muhamad. Agar besar nanti, ia memiliki kepribadian seperti Nabi Muhamad SAW.
Hari,bulan,dan tahun silih berganti. Kini Muhamad putranya telah tumbuh menjadi dewasa. Usianya sudah menginjak 13 tahun. Ia sangat tampan. Ia memiliki kulit putih dengan tahi lalat di pipi sebelah kanannya. Ketika tersenyum lebar, kemerahan manis diwajahnya.
Kini Muhamad duduk di bangku sekolah dasar kelas 6 SD. Temannya biasanya memanggilnya dengan nama Ahmad. Di sekolah, ia sosok anak yang rendah hati dan berperilaku baik. Ia juga sosok anak yang sangat cerdas. Sejak dari kelas 1 SD, ia meraih peringkat terbaik dikelasnya. Iya,Meski ia tahu memiliki keterbatasan fisik, ia tetap percaya diri dengan keadaan dirinya. Baginya,kekurangan dalam dirinya itu hanya terlihat dimata manusia? Tapi tidak dimata sang Pencipta. Kata itulah yang selalu ia tanamkan dalam dirinya.
Ahmad tidak pernah mengeluhkan keadaanya kepada ke dua orang tuanya. Ia mensyukuri pemberian Tuhan untuk dirinya. Ia begitu bahagia karena ke dua orang tuanya sangat menyayanginya. Bagi Ahmad, ayah dan ibunya adalah lilin penerang gelapnya dunia Ahmad.
***
Suatu hari,Ahmad mengikuti lomba futsal yang diadakan sekolahnya. Ya.. sejak umur 3 tahun, ia menyukai dunia perbolaan. Ia bercita-cita menjadi seorang pemain sepak bola seperti Andik Firmansyah, pemain sepak bola idolanya. Ia berharap bisa mewujudkan mimpinya itu.
Saat mengikuti lomba futsal, Beny meneriakinya untuk meminta ia mengumpankan bola ke arahnya. Dengan suara keras dan berulang kali Beny memanggilnya,tapi ia tetap tidak mendengar suara teriakan Beny.
"Ahmad...oper bolanya cepat, Beny berteriak kesal"
Tetap saja Ahmad tidak mendengarkan ucapan tersebut. Ahmad menggiring bola maju kedepan,hingga lawan mainnya berhasil merebut bola dari kuasanya. Seketika lawannya berhasil mencetak skor 1:0.
"Sialannn,,,gara-gara Ahmad harus kalah, gumam Beny"
Tampak Beny sangat kesal dengan kekalahnnya. Beny tetap berfikir ini adalah kesalahan Ahmad yang bermain sangat egois,dengan menguasai bola sendirian. Saking kesal nya,Beny mengeluarkan kata-kata kasarnya kepada Ahmad.
"Dasarr budekkkkk...(dalam bahasa jawa) gara-gara kamu jadi kalah kan. Emang gak gunaa jadi orang loo, ucap Beny"
Ahmad hanya diam tertunduk tanpa membalas ucapan Beny yang menyakitkan hatinya. Dengan berlapang hati ia segera memaafkan ucapan Beny tersebut. Ia tak ingin menaruh kebencian dalam hatinya. Ia tak ingin mengotori hatinya dengan keburukan.
Yusuf yang saat itu mendengar ucapan Beny kepada Ahmad sahabatnya itu sangat perihatin. Didekatinya Ahmad dengan menepuk pundaknya pelan.
"(menghela nafas panjang) Ahmad...tak usah dihiraukan ucapan Beny tadi. Kamu harus kuat?OK"
"Aku tsudah terbiatsaa Tsuf,jadi udah kuat (sambil tersenyum).
Iya..., Pendengaran Ahmad memang tidak sempurna seperti anak pada umumnya. Ia hanya bisa mendengar jelas ketika lawan bicaranya dekat dengannya. Ketika jarak jauh, ia sangat sulit untuk menangkap setiap suara. Selain itu, nada bicaranya juga tidak begitu jelas. Lidah Ahmad tidak lihai mengucapkan huruf vokal S. Ia kerap kali berat mengucapkannya. Setiap kata yang berhubungan dengan huruf S, ia selalu terdengar membaca T. Iya, banyak orang yang malas mengajaknya untuk berbicara apalagi berteman akrab. Hanya Yusuf lah yang mau berteman baik dengannya.
Hari demi hari Ahmad lalui dengan rasa syukur. Ia tidak pernah terlihat sedih dan muram. Ia selalu tampil ceria dihadapan siapapun. Ia tidak ingin kesedihan yang mungkin ia rasa menjadi dirasakan orang lain. Termasuk untuk ayah dan ibunya.
Ahmad hidup dilingkungan dengan paham agama yang begitu kurang mendukung. Tapi sejak ia kecil, kedua orang tuanya telah mendidik Ahmad dengan ilmu agama sebisa orang tuanya. Ia tidak ingin putranya terjerumus ke dunia kelam yang kelak menghancurkan hidupnya. Iya.. tak jarang Ahmad menghabiskan waktunya untuk berada di rumah. Iya tidak ingin karena kekurangan yang dimilikinya itu justru mengganggu orang lain.
Melihat keadaan putranya itu,ada rasa iba dalam naluri keiibuannya. Iya begitu ingin putranya seperti anak pada umumnya. Ibunya ingin Ahmad bisa mendengar dan berbicara dengan sempurna. Ia tidak ingin putranya selalu dicemooh oleh teman-temannya. Jika mengingat itu,seketika Air matanya menetes membasahi kedua pipinya.
Ahmad yang tak sengaja melihat ibunya menangis,segera menghampiri ibunya. Diusapnya air mata ibunya dan dipeluknya erat.
"Kenapa ibu menangits? Ada tsetseorang yang menyakiti ibu ya?, tanyanya pelan"
"Tidak putraku sayang"
Ibunya mencium kening Ahmad dengan penuh kasih sayang.
***
Siang itu Ahmad dengan semangat dan senyum ceria pulang dari sekolah. Dengan mengendarai sepeda kesayangannya,dikayuhnya sepeda itu menuju arah rumahnya. Saat itu Ahmad tidak sadar,bahwa ia mengendarai sepedanyaa terlalu ke tengah jalan.
"Tett..tetttt...tetttt(suara klakson mobil dari jauh)"
Pertanda menyuruh Ahmad untuk minggir dari tengah jalan. Entah bunyi klakson ke berapa kalinya itu memperingatkan Ahmad. Karena jarak yang cukup jauh,Ahmad tidak mendengar bunyi klakson tersebut. Ia tetap mengayuh sepedanya di tengah jalan. Merasa kesal karena Ahmad tetap tidak menghiraukan bunyi klaksonnya, ditubruknya sepeda Ahmad dari belakang.
"Brukkkk..Ahmad terjatuh dari sepedanya"
Pengendara itu langung turun dan memaki-maki Ahmad seenaknya. Tanpa menolong Ahmad yang terjatuh,pengendara itu langsung pergi meninggalkan Ahmad.
Terdapat luka di siku dan Lutut Ahmad. Darah mengalir dari keduanya akibat terjatuh di aspal. Ia langsung berdiri dan menuntun sepedanya. Ahmad berjalan cingklak clingkuk pelan,karena kakinya terkilir. Suasana jalan saat itu sangat sepi.
Bu Dewi yang tak sengaja melihat Ahmad memanggilnya. Ahmad terus berjalan pelan. Ia tak mendengar panggilan Bu Dewi tersebut.
Seketika Bu Dewi teringat, bahwa Ahmad tidak bisa mendengar dengan jarak yang cukup jauh. Lalu segera di hampirinya Ahmad.
Bu Dewi yang meliat Ahmad terluka,mengajaknya kerumah untuk mengobati lukanya. Bu Dewi membantu Ahmad menuntun sepedanya. Sesampainya di rumah, Bu Dewi langsung mengambil obat dan mengobati luka Ahmad. Tak lupa Bu Dewi menawarkan Ahamd untuk makan. Tetapi Ahmad menolaknya. Ia mengatakan bahwa ia harus segera pulang, takutnya Ibunya mengkhawatirkannya. Ahmad mengucapkan terimakasih kepada Bu Dewi karena telah menolongnya. Setelah itu, Ahmad berpamitan untuk pulang.
Di perjalanan ke rumahnya, dari jauh Breto berteriak-teriak memanggilinya. Breto jauh lebih tua dari Ahmad. Breto terkenal anak paling nakal didaerahnya. Breto senang dengan hal-hal yang berbau maksiat alias haram. Iya..dengan keras Breto memanggili Ahmad. Ahmad yang tak mendengar panggilan Breto terus berjalan dengan santai nya. Merasa kesal dengan Ahmad yang tak mendengarkan panggilannya, langsung berlari mendekati Ahmad sambil mengatainya.
"Dasarrr tuliii, Anjing kau....dipanggil gak denger. ucap Breto"
"Maaf Mats Breto, aku benar-benar tidak mendengar panggilan mu. Ada apa Mats?"
"Aku mau kamu nemenin aku main judi apa minum-minuman alkohol. Gimana mau kan? Nanti aku ajarin . jelas Breto"
"Maaf Mats Breto, aku tidak berani. Aku takut bermaktsiat. Aku haruts pulang Mats"
Ahmad langsung berjalan meninggalkan Breto. Tampak Breto sangat kesal dengan Ahmad yang sokk suci dan sok alim. Ia mengikuti Ahmad dari belakang dan berteriak-teriak keras dengan perkataan yang sangat kotor. Ahmad yang mendengar ucapan Breto hanya bisa tersenyum. Ia tidak ingin membalas perbuatan Breto kepadanya. Baginya ia sudah terbiasa dicemooh. Baginya, hatinya sudah kuat seperti bangunan pondasi rumah.
Sesampainya di rumah ia langsung memakirkan sepedanya di halaman rumah. Ia langsung mengucapkan salam dan mencium tangan ibunya. Ibunya yang melihat luka Ahmad, langsung menanyai Ahmad. Dengan tenang, Ahmad menjelaskan sejelas-jelasnya kejadian tadi kepada sang ibu.
Setelah Ibunya mendengar cerita Ahmad, ia segera memeluk Ahmad dan mencium keningnya lembut. Seketika air matanya berlinang di kening Ahmad. Ahmad yang merasakan tetesaan air mata ibunya langsung memandang ibunya. Diusapnya air mata ibunya dengan jari manisnya. Ia tahu ibunya pasti sedih karena memikirkan keadaanya.
"Bu...Maafkan Ahmad ya Bu? Karena keadaan Ahmad yang tseperti ini, membuat ibu kerap menangits. ucap Ahmad lembut kepada ibunya"
"Tidak sayang. Tidak ada sedikit pun Ahmad melukai ibu. Ibu sangat menyayangi Ahmad"
Mereka berdua berpelukan sangat erat. Ahmad merasakan ketenangan saat dipelukan ibunya. Bagi Ahmad, ibunya lah penyemangat sekaligus teman terbaik untuknya. Tidak ada satu orang pun yang mampu menyainginya perihal kasih sayang.
Malam harinya, Ahmad belajar dengan giat dan rajin. Ia ingin menjadi anak yang banyak wawasan dengan giat membaca. Ia tidak ingin waktu panjangnya terbuang sia-sia begitu saja.
Baginya,ada harapan setiap harinya.
Baginya,ada sebuah mimpi yang harus diwujudkankannya.
Malam semakin larut. Ahmad tetap berada di meja belajarnya. Ia masih sibuk dengan buku yang ada ditangannya tersebut. Halaman demi halaman dibacanya untuk mengetahui apa isinya. Sesekali Ahmad menguak menahan kantuknya. Tapi ia tetap melanjutkan belajarnya. Hingga akhirnya Ahmad tertidur pulas.
Ketika mendengar adzan subuh, Ahmad lagsung terbangun dari tidurnya. Ia segera merapikan bukunya yang masih berserakan dimejanya. Dan setelah itu, ia mengambil air wudhu dan sholat berjamaah dengan ayah ibunya. Selama menunggu kedua orang tuanya Ahmad mengaji dahulu. Kurang lebih 10 menit kedua orang tuanya menghampiri Ahmad. Ayah dan ibunya tersenyum manis mendengar Ahmad yang sedang mengaji itu. Tak menunggu lama, mereka langsung menunaikan sholat subuh. Dan setelah selesai tak lupa Ahmad mencium tangan Ayah ibunya.
Pukul 06.00 WIB, Ahmad telah berdandan rapi untuk berangkat sekolah. Seperti biasanya, ia selalu sarapan pagi bersama orang tuanya. Dengan senyum manis ia menghampiri Ayah ibunya dimeja makan. Ahmad makan dengan lahap sekali. Setelah itu barulah ia berangkat sekolah. Tak lupa ia memohon doa restu kepada ayah ibunya dan mencium tangan keduanya.
Perlahan demi perlahan dikayuhnya sepeda miliknya. Sesekali ia bernyanyi gembira menyambut hari ini. Ia sangat bersyukur masih bisa menghirup udara segar pagi. Dan tak lama berseling sampailah ia disekolahnya. Segera sepedanya diparkir dan langsung berjalan menuju kelasnya.
Suasana kelas belum begitu ramai. Ahmad mengisi waktu kosongnya dengan membuka-mbuka buku. Satu demi satu siswa berdatangan dan suasana kelas mulai gaduh. Dari bangku belakang, Taro memanggil-manggil Ahmad. Karena suara kelas yang amat bising, Ahmad tidak mendengarkannya. Taro nampak kesal karena si tuli Ahmad tidak kedengeran juga. Taro pun langsung menghampiri Ahmad.
"Ehh,,tuli dipanggil juga gak denger. Parah banget tu telinga mu, pasti gak pernah dibersiin ya? , ledek Taro"
Ahmad yang mendengar ejekan menyakitkan itu hanya tersenyum manis. Ia tak ingin mengambil hati ucapan temannya itu. Baginya, itu menjadi makanan yang selalu menguatkan dirinya.
"Maaf Taro, aku benar-benar tidak mendengar tsuaramu, ada apa? tanya Ahmad"
"Pulang sekolah nanti aku mau ngajak kamu buat nyuri jeruk Pak Damar. Tadi pas aku lewat kebun Pak Damar jeruknya udah pada masak. Sayangkan kalau busuk nanti? jelas Taro"
"Maaf Taro aku tidak berani. Itu berarti kita mencuri dan mengambil apa yang bukan hak milik kita. Haram hukumnya untuk kita makan. ucap Ahmad"
"Tuli aja blagu banget. Udah gak usah munafik lah lu Mad. Apalagi sok suci pakek nasehatin gua segala, gak bakal ngaruh. Dasar babi kau. kesal Taro"
Ahmad hanya tertunduk mendengar cemooh dari Taro. Ia tidak berbicara sepatah kata pun. Perihal perkataan yang kerap kali menyakitkan hatinya, ia tak pernah menyimpannya dalam hati. Ia tak ingin hatinya dipenuhi luka karena menyimpan dendam dan kebencian.
****
Waktu telah menunjukkan pulang sekolah. Ahmad segera menuju tempat dimana ia memarkirkan sepedanya. Ketika ingin mengendarai sepedanya, ia melihat kedua ban sepedanya bocor. Ahmad berusaha kuat dan sabar atas musibah yang menimpannya itu.
Taro dan kedua temannya menghampiri Ahmad sambil ketawa lebar. Rupanya Taro lah yang sudah menjahati Ahmad. Ahmad yang mengetahui itu, hanya berusaha memaafkan apa yang Taro perbuat terhadap dirinya. Dalam hatinya,ia tak ingin membalas kejahatan Taro dan temannya.
Ahmad pulang dengan menuntun sepedanya. Dengan pelan, ia berjalan menelusuri jalan beraspal dengan terik matahari yang panas memayungi dirinya. Keringat bercucuran membasahi wajah putihnya. Sedikitpun ia tak mengeluh menjalani ini semua. Ia terus berjalan menyisiri jalan tersebut.
Sesampainya didepan warung, Breto dan Yuki yang melihat Ahmad menuntun sepeda menghampirinya. Ditangannya ada segelas minuman berbau alkhohol. Sesekali keduanya meneguk minuman itu. Tapi Ahmad yang mengetahui tingkah Breto itu hanya terdiam. Ia tidak ingin meladeni anak yang terkenal berandalan didaerahnya itu. Dan ia memilih untuk melanjutkan perjalanan pulangnya.
Ketika ingin melanjutkan perjalanannya, Breto menarik tasnya. Ahmad pun menghentikan langkahnya dan langsung menoleh ke arah Breto.
"Apa Mats Breto? ucap Ahmad lembut"
"Gimana kalau kamu gabung sama kita aja? Dijamin kamu gak bakal nyesel dech. ajak Breto"
"Gabung apa Mats Breto? Aku buru-buru mau pulang. jelas Ahmad"
"Yealahhh kenapa buru-buru segala. Udah nongkrong bareng kita berdua aja lah(sambil meneguk minuman) dijamin hausmu langsung ilang bablasssssss. Kamu pasti panas dan kehausan kan? Minumlah segelas atau dua gelas untuk menghela rasa capekmu Mad. Ucap Breto kepadanya"
"Maaf Mats Breto, minuman itu tidak baik untuk ketsehatan. Lebih baik Mats Breto berhenti mengkontsumtsi minuman haram itu. ucap Ahmad"
"Kamu itu masih kecil, gak usah sok-sokan nasehati orang dewasa. Pakek bawa-bawa haram segala lagi. Tau apa tentang haram? Sok suci banget lu. Dasar Anjing. Udah pergi sana!!!! . bentak Breto"
Ahmad langsung berjalan pergi meninggalkan keduanya. Dadanya menghela nafas panjang atas ucapan Breto kepadanya. Raut wajahnya tampak menahan kesedihan. Tapi ia berusaha menyembunyikan itu semua.
Ketika akan tiba dirumahnya, Ahmad melintas didepan seorang pengemis yang membawa seorang anak kecil. Anak kecil itu merengek-rengek menangis sambil memegangi perutnya, "ibu...ibuu..aku laper ibu...".
Suara itulah yang didengar Ahmad. Ahmad sangat iba melihat sang pengemis itu. Tapi Ahmad tidak memiliki makanan utuk diberikan kepada sang pengemis itu. Tapi ia teringat, bahwa ibunya tadi pagi memberikan uang saku untuknya. Segera ia mengorek-ngorek tas untuk mencari uang tersebut. Setelah mengorek isi tas, ia mendapati uang yang diberikan ibunya tadi. Dalam hatinya, uang 10 ribu apa cukup untuk membeli makan? Tapi cuma ini yang aku punya dan tidak ada yang lain lagi. Tanpa berfikir panjang lebar, Ahmad menghampiri pengemis itu dan memasukkan uangnya kedalam sebuah gelas aqua. Betapa bahagianya wajah pengemis itu. Akhirnya ia bisa membelikan makan untuk anaknya.
Ahmad melanjutkan perjalanan kerumah dengan rasa bahagia. Ia senang dapat berbagi apa yang ia punya meski tidak seberapa. Dan baginya, ia telah mendapatkan pelajaran yang begitu berharga.
"Bahwa saat kita selalu mengeluh dengan kehidupan, ternyata diluar sana ada seseorang yang dengan semangatnya melewati pahitnya sebuah hidup"
Sesampainya dirumah, Ahmad langsung memarkirkan sepedanya dan masuk rumah. Tidak terlihat ada kesedihan di raut wajahnya, meski banyak hal menyakitkan terjadi hari ini. Ia tetap terlihat sangat bahagia.
Ahmad segera berganti baju dan mencuci kedua tangan dan kakinya. Ia menghampiri ibunya yang sedang berada di dapur. Ibunya pun langsung menyuruhnya untuk makan.
Malam harinya, Ahmad keluar dan duduk diteras rumahnya. Ia memandang langit bertabur bintang yang berkelip-kelip di kejauhan itu. Sinar rembulan pun menambah keindahan malam itu. Ahmad duduk terdiam sambil merenung diri.
Ibunya yanng melihat Ahmad duduk sendirian dan termenung menghampiri putranya. Di samping putranya itu, ia memperhatikan apa yang tengah difikirkan putra kesayangannya itu. Seketika Ahamd tersadar dari renungannya.
"Apa yang tengah kamu fikirkan sayang? tanya ibunya"
"Bu.. Ahmad begitu tsangat bahagia tsekali bu(sambil tersenyum). jelas Ahmad"
"Bahagia? Perihal apa putraku? tanya ibunya kebingungan"
"Bu..metski Ahmad punya kekurangan fitsik, tapi Tuhan tsangat menyayangi Ahmad. Ahmad dijauhkan dari pendengaran yang buruk, dijauhkan berbicara kotor,dijauhkan dari perkataan yang mampu melukai hati tsetseorang. Dan ibu tau yang lebih betsar dari itu? Tuhan juga menjaga Ahmad dari ratsa takut berbuat maktsiat. Tuhan begitu tsayang kan bu dengan Ahamd? Itulah bu.... mengapa Tuhan memberikan aku tsebuah kekurangan(tersenyum). ucap Ahmad"
Ibunya tak kuasa menahan linangan air matanya. Ia tak menyangka, diusia Ahmad yang masih sangat terbilang anak-anak bisa berfikiran sebegitu cerdasnya. Segera dipeluknya Ahmad erat-erat sambil mencium pelipisnya. Air matanya terus membanjir dari kedua matanya. Ia begitu terharu atas pembelajaran dari putranya itu.
Ahmad pun membalas pelukan dan ciuman ibunya dengan kasih sayang.
Selesai

Belum ada Komentar untuk "Cerpen Remaja (Keterbatasan)"
Posting Komentar